Bahagia Itu Letaknya di Hati

Ada dua peristiwa yang menyebabkan saya menulis posting ini.

Peristiwa yang pertama. Tadi pagi ketika kuliah Bisnis Pengantar, dosen saya bercerita tentang bagaimana sibuknya bekerja di Jakarta. Beliau mengajak kami membayangkan menjadi seorang pekerja di Jakarta. Anggaplah kalian tinggal di Depok, kerja di Sudirman (saya agak lupa). Jam kerja kalian dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Karena jauhnya jarak tempat tinggal dari tempat kerja–ditambah lagi kondisi jalan yang macet–kalian harus berangkat waktu subuh tiap hari dan pulang larut malam. Artinya, dari Senin sampai Jumat kita tidak bisa bercengkerama dengan anak (ceritanya sudah punya anak nih). Bagaimana tidak, kita berangkat waktu si anak belum bangun, pulang ketika si anak sudah tidur. Jadi hanya bisa berkomunikasi dengan anak tiap akhir pekan. Beliau lalu berkata, “Anaknya itu nanti ketika lihat mamanya bilang, ‘Hai Tante'”, saking jarang ketemu mamanya, dikira tantenya.Continue reading “Bahagia Itu Letaknya di Hati”

Mengapa Grafik Permintaan-Penawaran Tertukar Sumbunya ?

supplyand demand

(Gambar diambil dari : http://blog.jparsons.net/2011/02/why-do-economists-put-price-on-vertical.html)

Ini sebetulnya pertanyaan saya sejak lama. Hal yang sangat mengganggu pikiran saya. Baru kali ini saya sempat melakukan riset pustaka kecil-kecilan (baca: googling) untuk menjawab rasa penasaran saya selama ini. Yang mengejutkan, saya tidak mendapatkan satu jawaban pasti untuk pertanyaan saya selama ini. Yang ada justru beragam jawaban yang berbeda satu sama lain. Mari kita lihat bersama-sama.Continue reading “Mengapa Grafik Permintaan-Penawaran Tertukar Sumbunya ?”

Cara Unik Mengurangi Kepadatan Penduduk Indonesia

Ini adalah suatu kisah yang terjadi di ruang kelas saya.

Pada waktu itu pelajaran geografi sedang berlangsung. Materi yang sedang dibahas adalah tentang permasalahan kependudukan dan penanggulangannya. Dan seperti biasa, saat sang guru sudah selesai menerangkan, sang guru akan memberikan beberapa pertanyaan (dan hal ini adalah keadaan yang paling membuat deg-degan).

“Coba kalian sebutkan langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk Indonesia!”, kata sang guru. Untuk sejenak kelas menjadi hening. Lalu ada seorang siswa yang menjawab, “Keluarga Berencana, Bu”. “Ya, benar, yang lain?”. “Transmigrasi, Bu”, tambah seorang siswa lagi. “Ya, benar, ada yang mau nambah lagi?” kata sang guru kembali. Suasana menjadi hening kembali.

Di tengah-tengah keheningan itu tiba-tiba saja ada seorang siswa yang nyeletuk, “Gas Elpiji, Bu”. Karena mendengar jawaban itu, seluruh kelas pun tertawa (termasuk saya sendiri), bahkan sang guru juga ikut tertawa. Dan bel pun berbunyi, maka jam pelajaran kali ini berakhir.

***

Hmmm, mungkin jawaban teman saya tadi ada benarnya juga ya. Hampir setiap hari terjadi ledakan gas elpiji. Dan tentunya itu memakan banyak korban, bahkan korban jiwa.

Dan ini pemikiran yang lebih berani lagi: Jangan-jangan gas elpiji memang upaya pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk Indonesia?

Hmmm, tidak mungkinlah…